Dasar Pertimbangan Hakim dalam Pembuktian Kasus Pemerkosaan
Abstract
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 183, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya 2(dua) alat bukti yang sah, Ia yakin bahwa terdakwalah yang melakukannya. Sehubungan dengan undang-undang tersebut, visum et repertum sebagai salah satu alat bukti yang sah dapat sangat menentukan, khususnya dalam perkara perkosaan dan persetubuhan di luar perkawinan yang merupakan kejahatan. Segala sesuatu yang ditemukan haruslah dicatat, jangan hanya mengandalkan pada daya ingatan. Hal-hal yang tidak ditemukan tetapi relevan dengan keterangan wanita juga perlu dicatat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penggunaan satu saksi dalam pembuktian tindak pidana pemerkosaan bertentangan atau tidak dengan Asas Unus Testis Nullus Testis dalam hukum pidana serta upaya pembuktian di pengadilan. Metode penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil dari penelitian yaitu Asas Unus Testis Nullus Testis pembuktian perkara pidana memang harus diterapkan. Akan tetapi, jika dalam kasus pemerkosaan yang mana hanya terdapat satu saksi yaitu korban, maka Asas Unus Testis Nullus Testis bisa dikesampingkan dengan syarat visum et repertum dan saksi ahli menyatakan bahwa memang telah terjadi tindak pidana perkosaan terhadap korban, maka Asas Unus Testis Nullus Testis dapat dikesampingkan. Pengesampingan Asas Unus Testis Nullus Testis ini ditujukan untuk mencapai sebuah keadilan atas penderitaan korban yang telah dirampas haknya oleh pelaku